2 juli 2008 aku tiba di kupang - NTT setelah perjalanan yang lumayan melelahkan dari jogjakarta menuju surabaya menggunakan lion air, tiba dikupang pukul 23.00 wita. Disana aku menghadiri pernikahan bahagia kk sepupu ku tanggal 4 juli, satu minggu dikupang membuat aku cukup terkesan dengan kota kupang, tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya , ternyata kota kupang indah sekali,banyak pantai yang bisa dijumpai, gua monyet, museum tempat terdapatnya fosil ikan paus yang besar sekali, dan banyak tempat2 wisata bagus yang bisa dikunjungi.
Tujuan utamaku liburan ke NTT sebenarnya adalah untuk mengunjungi sanak saudaraku disana. aku anak keturunan Flores yang tinggal dikalimantan. papa ku lahir diMaumere - flores tapi bertugas dan merantau di melawi - kalimantan barat. Dari kecil banyak sekali cerita yang aku dengar dari papa ku tentang kota kelahirannya itu, dan membuat aku tergerak untuk ke flores. dulu waktu kecil berumur 2 tahun aku pernah ke flores bersama keluarga ku, tapi aku tidak mendapatkan kesan apa2 disana kerena aku masi sangat kecil pada waktu itu. setelah beberapa hari dikupang akhirnya aku terbang ke maumere-flores dengan pesawat foker merpati, sebelumnya aku kira kupang dan maumere jaraknya dekat2 saja karna sama2 di NTT tapi ternyata mereka beda pulau, dan perjalanan cukup jauh, dengan kapal laut bisa memakan waktu lewat dari 1 hari. setiba di bandar udara waioti- maumere aku dijemput oleh bapa doi ku (panggilan buat bapa kecil - adik papaku-red) yang sebelumnya belum kukenal wajahnya,yang ternyata sangat baik sekali dan membuat ku keresan di sana. memasuki desa NITA - Maumere, suasana pedesaan mulai terasa dan aku menikmati. cuaca yang dingin sekali membuat ku harus memakai sarung tenun disana berlapis-lapis, bisa sampai 3 lapis baru bisa tidur dengan tenang,kebayangkan dinginnya. Aku harus mengikuti adat di sana, karna disana kata pa doi ku orang2 disana hidup menyatu dengan arwah, so setiba kuw diNITA aku harus bakar2 lilin dulu kekubaran leluhurku, maklum kakek & nenek ku udah meninggal disana. aku takjub disana disetiap rumah ada kuburannya, tidak seperti tempat2 lain yang pernah aku datangi, takut juga sih awal2nya, tapi lama2 udah jadi biasa aja.
Sabtu 12 juli 2008 bersama keluarga2 ku di Maumere kami meluncur ke kampung moni, kebetulan di desa Koanara ada rumah tante ku, dan kami sekeluarga bermalam disana, dingin yang luar biasa terasa sekali disana, karna memeng letaknya dikaki gunung kelimutu. Perjalanan sekitar tiga jam dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ditempuh dengan sebuah mobil melintasi jalan berkelok-kelok, jurang dan tebing, serta kondisi jalan yang tidak mulus. Terasa melelahkan dan penuh tantangan. Namun semuanya sirna setelah memasuki Kampung Moni, kampung terdekat menuju Danau Kelimutu. Ibu-ibu menawarkan kain tenun Lio yang dijual di kaki Gunung Kelimutu yang menjadi pelataran parkir kendaraan pengunjung danau tersebut. Kain tenun Lio merupakan salah satu potensi lokal yang dijual masyarakat setempat bagi wisatawan. Warna-warna Danau Kelimutu terus berubah. Perubahan itu bisa saja disebabkan oleh kandungan mineral, pengaruh biota jenis lumut dan batu-batuan di dalam kawah tersebut. Bagi masyarakat setempat perubahan warna itu mempunyai makna tersendiri. minggu pagi sekitar pukul 04.00, kami pun siap-siap menuju Danau Kelimutu. Perjalanan dari rumah tante saya hanya memakan waktu setengah jam. kami harus membayar Rp 2.000 per orang di pintu masuk menuju kawasan Danau Kelimutu. Begitu juga dengan mobil yang masuk. Mobil hanya parkir di bawah kaki Gunung Kelimutu yang memiliki tinggi 1.640 meter di atas permukaan laut (dapl). Untuk melihat Danau Tiga Warna itu, kami harus menapaki sedikitnya 262 anak tangga. Hawa sejuk di sekitar tangga itu berkisar antara 15 hingga 21 derajat Celcius. Perjalanan menuju Danau Kelimuti diiringi dengan suara burung yang sedap di telinga serta hamparan tumbuhan seperti cemara gunung, kayu merah, edelweis, landak, babi hutan, tikus besar serta burung gerugiwa. Pemandangan di Danau Kelimutu sungguh memesona. Dari kejauhan, kabut putih tebal tampak bergerak perlahan menutupi puncak Kelimutu. kabut tebal menutupi danau kelimutu sehingga saya belum berkesempatan melihat danau kelimutu, membuat saya sedikit bersedih. Untuk melihat Danau Tiga Warna itu, saya harus naik hingga ke puncak. tapi ternyata danau kelimutu belum juga muncul karna tertutup kabut tebal, banyak sekali wisatawan dan saya sendiri kecewa pada waktu itu. Tidak jauh dari puncuk gunung tersebut saya melihat sebuah tugu bertuliskan, “Perubahan Alam, Kepercayaan Abadi”. Tugu ini menceritakan kepercayaan masyarakat setempat bahwa jiwa dan arwah akan datang di Kelimutu. Ketika seseorang meninggal maka jiwanya atau “mae” meninggalkan kampung dan datang bersemayan ke Kelimutu untuk selama-lamanya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, danau dengan air warna merah merupakan tempat berkumpulnya para arwah dari berbagai belahan bumi. Danau dengan air merah adalah tempat berkumpulnya arwah orang jahat, sedangkan danau air biru untuk para pemuda-pemudi dan danau air putih untuk arwah orangtua.”Para arwah akan bermukim di ketiga danau itu sesuai dengan status sosialnya.Masyarakat Kampung Jopu di Kabupaten Ende sangat menghormati Danau Tiga Warga Kelimutu sebagai tempat tinggal arwah nenek moyang. Mereka percaya bila meninggal, kelak arwah mereka pun akan pergi ke salah satu danau di Kelimutu. Waktu kunjungan terbaik ke Danau Kelimuti adalah pada Juli sampai September karena pada bulan-bulan tersebut, puncak kawah cerah pada pagi hari. setelah menunggu sekian lama dan danau2 nya belum juga muncul kami memutuskan untuk turun saja. Namun, akhirnya keberuntungan menyapa, matahari mulai muncul dan pertama-tama muncullah danau hijau sedikit demi sedikit, dan saya pun melihat betapa indahnya danau kelimutu yang berwarna hijau itu, benar2 indah.Setelah itu kami berpindah ke danau disebalahnya, ternyata danau berwarna coklat, kata pa doi ku dulu warnanya merah, hebat yah warna nya bisa berubah-ubah. Kadang berwarna merah, tiba-tiba berubah menjadi hijau tua kemudian merah hati. Kadang menjadi warna cokelat kehitaman dan biru. Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding itu juga sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter. Gunung Kelimutu meletus terakhir pada tahun 1886 dan meninggalkan tiga kawah berbentuk danau yang airnya berwarna merah (tiwu ata polo), biru (tiwu ko’o fai nuwa muri) dan putih (tiwu ata bupu). Ketiga warna itu mulai berubah sejak tahun 1969 saat meletusnya Gunung Iya di Ende. Kawasan Kelimuti telah ditetapkan sebagai taman nasional sejak 26 Februari 1992. Kawasan ini memiliki luas 5.356,5 hektare yang meliputi tiga kecamatan yakni Detusoko, Wolowaru dan Ndona, Kabupaten Ende. Sayang, kunjungan saya ke Danau Tiga Warna itu segera berakhir karena kabut mulai turun dan warna-warna putih kabut menutupi Danau Tiga Warna tersebut. Saya pun bergegas turun dan kembali menapaki 262 anak tangga. Sayang jika keajaiban di Danau Kelimutu itu sampai terlupakan. tempat yang benar2 indah.........
Tujuan utamaku liburan ke NTT sebenarnya adalah untuk mengunjungi sanak saudaraku disana. aku anak keturunan Flores yang tinggal dikalimantan. papa ku lahir diMaumere - flores tapi bertugas dan merantau di melawi - kalimantan barat. Dari kecil banyak sekali cerita yang aku dengar dari papa ku tentang kota kelahirannya itu, dan membuat aku tergerak untuk ke flores. dulu waktu kecil berumur 2 tahun aku pernah ke flores bersama keluarga ku, tapi aku tidak mendapatkan kesan apa2 disana kerena aku masi sangat kecil pada waktu itu. setelah beberapa hari dikupang akhirnya aku terbang ke maumere-flores dengan pesawat foker merpati, sebelumnya aku kira kupang dan maumere jaraknya dekat2 saja karna sama2 di NTT tapi ternyata mereka beda pulau, dan perjalanan cukup jauh, dengan kapal laut bisa memakan waktu lewat dari 1 hari. setiba di bandar udara waioti- maumere aku dijemput oleh bapa doi ku (panggilan buat bapa kecil - adik papaku-red) yang sebelumnya belum kukenal wajahnya,yang ternyata sangat baik sekali dan membuat ku keresan di sana. memasuki desa NITA - Maumere, suasana pedesaan mulai terasa dan aku menikmati. cuaca yang dingin sekali membuat ku harus memakai sarung tenun disana berlapis-lapis, bisa sampai 3 lapis baru bisa tidur dengan tenang,kebayangkan dinginnya. Aku harus mengikuti adat di sana, karna disana kata pa doi ku orang2 disana hidup menyatu dengan arwah, so setiba kuw diNITA aku harus bakar2 lilin dulu kekubaran leluhurku, maklum kakek & nenek ku udah meninggal disana. aku takjub disana disetiap rumah ada kuburannya, tidak seperti tempat2 lain yang pernah aku datangi, takut juga sih awal2nya, tapi lama2 udah jadi biasa aja.
Sabtu 12 juli 2008 bersama keluarga2 ku di Maumere kami meluncur ke kampung moni, kebetulan di desa Koanara ada rumah tante ku, dan kami sekeluarga bermalam disana, dingin yang luar biasa terasa sekali disana, karna memeng letaknya dikaki gunung kelimutu. Perjalanan sekitar tiga jam dari Kota Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ditempuh dengan sebuah mobil melintasi jalan berkelok-kelok, jurang dan tebing, serta kondisi jalan yang tidak mulus. Terasa melelahkan dan penuh tantangan. Namun semuanya sirna setelah memasuki Kampung Moni, kampung terdekat menuju Danau Kelimutu. Ibu-ibu menawarkan kain tenun Lio yang dijual di kaki Gunung Kelimutu yang menjadi pelataran parkir kendaraan pengunjung danau tersebut. Kain tenun Lio merupakan salah satu potensi lokal yang dijual masyarakat setempat bagi wisatawan. Warna-warna Danau Kelimutu terus berubah. Perubahan itu bisa saja disebabkan oleh kandungan mineral, pengaruh biota jenis lumut dan batu-batuan di dalam kawah tersebut. Bagi masyarakat setempat perubahan warna itu mempunyai makna tersendiri. minggu pagi sekitar pukul 04.00, kami pun siap-siap menuju Danau Kelimutu. Perjalanan dari rumah tante saya hanya memakan waktu setengah jam. kami harus membayar Rp 2.000 per orang di pintu masuk menuju kawasan Danau Kelimutu. Begitu juga dengan mobil yang masuk. Mobil hanya parkir di bawah kaki Gunung Kelimutu yang memiliki tinggi 1.640 meter di atas permukaan laut (dapl). Untuk melihat Danau Tiga Warna itu, kami harus menapaki sedikitnya 262 anak tangga. Hawa sejuk di sekitar tangga itu berkisar antara 15 hingga 21 derajat Celcius. Perjalanan menuju Danau Kelimuti diiringi dengan suara burung yang sedap di telinga serta hamparan tumbuhan seperti cemara gunung, kayu merah, edelweis, landak, babi hutan, tikus besar serta burung gerugiwa. Pemandangan di Danau Kelimutu sungguh memesona. Dari kejauhan, kabut putih tebal tampak bergerak perlahan menutupi puncak Kelimutu. kabut tebal menutupi danau kelimutu sehingga saya belum berkesempatan melihat danau kelimutu, membuat saya sedikit bersedih. Untuk melihat Danau Tiga Warna itu, saya harus naik hingga ke puncak. tapi ternyata danau kelimutu belum juga muncul karna tertutup kabut tebal, banyak sekali wisatawan dan saya sendiri kecewa pada waktu itu. Tidak jauh dari puncuk gunung tersebut saya melihat sebuah tugu bertuliskan, “Perubahan Alam, Kepercayaan Abadi”. Tugu ini menceritakan kepercayaan masyarakat setempat bahwa jiwa dan arwah akan datang di Kelimutu. Ketika seseorang meninggal maka jiwanya atau “mae” meninggalkan kampung dan datang bersemayan ke Kelimutu untuk selama-lamanya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, danau dengan air warna merah merupakan tempat berkumpulnya para arwah dari berbagai belahan bumi. Danau dengan air merah adalah tempat berkumpulnya arwah orang jahat, sedangkan danau air biru untuk para pemuda-pemudi dan danau air putih untuk arwah orangtua.”Para arwah akan bermukim di ketiga danau itu sesuai dengan status sosialnya.Masyarakat Kampung Jopu di Kabupaten Ende sangat menghormati Danau Tiga Warga Kelimutu sebagai tempat tinggal arwah nenek moyang. Mereka percaya bila meninggal, kelak arwah mereka pun akan pergi ke salah satu danau di Kelimutu. Waktu kunjungan terbaik ke Danau Kelimuti adalah pada Juli sampai September karena pada bulan-bulan tersebut, puncak kawah cerah pada pagi hari. setelah menunggu sekian lama dan danau2 nya belum juga muncul kami memutuskan untuk turun saja. Namun, akhirnya keberuntungan menyapa, matahari mulai muncul dan pertama-tama muncullah danau hijau sedikit demi sedikit, dan saya pun melihat betapa indahnya danau kelimutu yang berwarna hijau itu, benar2 indah.Setelah itu kami berpindah ke danau disebalahnya, ternyata danau berwarna coklat, kata pa doi ku dulu warnanya merah, hebat yah warna nya bisa berubah-ubah. Kadang berwarna merah, tiba-tiba berubah menjadi hijau tua kemudian merah hati. Kadang menjadi warna cokelat kehitaman dan biru. Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding itu juga sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter. Gunung Kelimutu meletus terakhir pada tahun 1886 dan meninggalkan tiga kawah berbentuk danau yang airnya berwarna merah (tiwu ata polo), biru (tiwu ko’o fai nuwa muri) dan putih (tiwu ata bupu). Ketiga warna itu mulai berubah sejak tahun 1969 saat meletusnya Gunung Iya di Ende. Kawasan Kelimuti telah ditetapkan sebagai taman nasional sejak 26 Februari 1992. Kawasan ini memiliki luas 5.356,5 hektare yang meliputi tiga kecamatan yakni Detusoko, Wolowaru dan Ndona, Kabupaten Ende. Sayang, kunjungan saya ke Danau Tiga Warna itu segera berakhir karena kabut mulai turun dan warna-warna putih kabut menutupi Danau Tiga Warna tersebut. Saya pun bergegas turun dan kembali menapaki 262 anak tangga. Sayang jika keajaiban di Danau Kelimutu itu sampai terlupakan. tempat yang benar2 indah.........
0 komentar:
Post a Comment